Perkembangan
Perbankan Syariah di Indonesia
Sebagaimana
diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan
berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menghadapi
perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif,
dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk
perbankan.
Berkaitan
dengan pelaksanaan pembangunan nasional tersebut dalam ketentuan Pasal 4
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa “Perbankan
Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, petumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Dari ketentuan ini jelas bahwa
lembaga perbankan mempunyai peranan penting dan strategis tidak saja dalam
menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Ini berarti bahwa lembaga perbankan
haruslah mampu berperan sebagi agent of development dalam upaya mencapai tujuan
nasional itu, dan tidak menjadi beban dan hambatan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional tadi.
Di setiap
negara lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan. Dimana bank
sebagai lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan,
badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan
lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Pada
dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan yang menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannnya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan
dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Adapun
dasar hukum terkait mengenai bank diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998.
Di
Indonesia dikenal dua jenis bank berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Perbankan, yaitu Bank Umum dan Bank Pengkreditan Rakyat.
Yang
dimaksud Bank Umum dalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan
Bank Pengkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Adapun saat
ini saya akan khusus membahas mengenai prinsip syariah dalam perbankan, peranan
lembaga perbankan syariah dalam pembangunan nasional dan perkembangannya di
Indonesia.
Secara
bahasa, syariah bermakna jalan yang lurus. Sedangkan menurut terminologi,
syariah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
pecipta-Nya lalu hubungan antar sesama manusia yang mengacu pada Alquran dan Sunnah.
Di negara seperti Iran atau Saudi Arabia, Prinsip Syariah adalah dasar
kehidupan bernegara yang digunakan dalam politik dan juga ekonomi.
Sedangkan menurut
Widjanarto dalam bukunya Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia Prinsip
Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah iqtina),
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Perbankan 1998.
Dan Perbankan Syariah dalam situs resmi
Wikipedia diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Dalam negara-negara yang menganut
sistem ekonomi syariah, konsep-konsep seperti zakat mewakili konsep tentang
hidup adil dan merata bagi setiap orang. Kemudian gharar dan masyir, yang melarang
semua praktik perjudian. Lalu takaful,
sebuah konsep tentang rasa solidaritas antara masyarakat untuk tolong menolong jika
ada kerabatnya yang mengalami musibah.
Menurut data dari Pew On Forum
Religion & Public Life, 13% dari 1,7 milliar pemeluk agama Islam di dunia
ada di Indonesia dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Namun, berbeda dengan
Iran, atau Saudi Arabia, meski 88,2% penduduk Indonesia adalah pemeluk agama
Islam, agar tercipta kesetaraan dan kehidupan rukun antarumat beragama, maka
dari awal berdiri, sistem ekonomi yang digunakan Indonesia adalah sistem
ekonomi konvensional.
Namun gagasan
penderian bank yang beroperasi berdasarkan Syariah Islam ini di Indonesia
sendiri dimulai sejak lokakarya bank tanpa bunga yang diadakan di Cisarua,
Bogor pada tanggal 18 s.d. 20 Agustus 1990. Ide pertamanya berasal dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI), kemudian didukung dan diprakarsai oleh beberapa pejabat
penting pemerintah, pengusaha-pengusaha yang berpengalaman di bidang perbankan,
bahkan kemudian Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sudharmono bersedia
menjadi pendukung utama Bank Muamalat Indonesia (BMI). Yang pada saat itu
merupakan bank yang menerapkan sistem dan operasi perbankan berdasarkan Syariah
Islam. Dan Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 pun telah menampung dasar hukum operasional Bank Syariah dalam perubahan
atas Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dengan menyatakan bahwa Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998)
Dan pada
pertemuan antara Tim Perbankan MUI dengan Presiden Soeharto pada tanggal 27
Oktober 1991 di Bina Graha ditetapkan nama Bank Muamalat Indonesia, dan akta
pendirian BMI ditandatangani di Sahid Jaya Hotel pada tanggal 1 November 1991.
Seiring
dengan perkembangannya, bank syariah tahun demi tahun mengalami peningkatan
dari sisi asset dan share secara nasional, begitu pula dengan jumlah dana pihak
ketiga (deposito fund) dan kredit (financing) yang diberikan. Pada akhir
tahun 2002 total asset bank syariah sebesar Rp 4 Trilyun atau share sebesar
0,36% dari total aset perbankan nasional, sedangkan pada akhir tahun 2003
meningkat menjadi Rp 7,8 Trilyun atau share sebesar 0,74% dari total aset
perbankan nasional atau meningkat hampir sebesar 100% dari total aset perbankan
syariah tahun sebelumnya. Dari sisi produk perbankan syariah maka total deposit fund yang dimiliki bank syariah
pada akhir tahun 2002 sebesar Rp 2,92 Trilyun dan pada akhir tahun 2003 sebesar
Rp 5,72 Trilyun atau mengalami peningkatan hampir sebesar 100%. Sedangkan
disisi financing posisi pada tahun
2002 akhir sebesar Rp 3,28 Trilyun dan pada akhir tahun 2003 sebesar Rp 5,53
Trilyun atau mengalami penongkatan hampir sebesar 70%. Secara keseluruhan akan
dapat dilihat pada tabel pangsa perbankan syariah terhadap total bank posisi
Desember 2003 dibawah ini.
Tabel 4.1
Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Desember 2003)
Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank (Desember 2003)
Islamic
Banks
|
Total Banks
|
||
Nominal
|
Share
|
||
Total
Assets
|
7,86
|
0,74%
|
1068,40
|
Deposit
Fund
|
5,72
|
0,64%
|
888,60
|
Credit/Financing
extended
|
5,53
|
1,16%
|
477,19
|
LDR/FDR*
|
96,60%
|
53,70%
|
|
NPL
|
2,34%
|
8,2%
|
Sumber: Data Statistik Perbankan Syariah-BI
*) FDR = Financing extended/Deposit Fund
LDR= Credit extended/Deposit Fund
Dan pada saat ini pertumbuhan
perbankan syariah semakin pesat di Indonesia. Total aset industri perbankan dengan prinsip syariah
mencapai Rp.152,3 triliun per Maret 2012. (sumber dari 11 bank komersial
berbasis syariah, 24 unit usaha syariah bank, dan 155 bank perkreditan rakyat
syariah). "Rata-rata pertumbuhan perbankan syariah mencapai
40,2% per tahun dalam 5 tahun terakhir, melampaui perbankan konvensional
sekitar 16,7% per tahun," Kontribusi perbankan syariah terhadap industri
perbankan komersial meningkat 4,1%.
Diperkirakan total aset
sektor keuangan syariah mampu meraih US$
5 triliun pada 2015. Saat ini, sektor keuangan syariah telah
menjadi bagian dari perkembangan perekonomian global. Bank Indonesia (BI)
mencatat per akhir
2011 jumlah
tenaga kerja perbankan syariah sejumlah 27.660 orang . Dari
jumlah tersebut, sebanyak 3.773 orang bekerja di 11 bank umum syariah, 2.067
orang di 24 unit usaha syariah, dan 21.820 orang di 155 Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS).
Direktur
Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi optimistis
perbankan syariah mampu menaikkan nilai aset mencapai Rp 296 triliun tahun ini.
Angka ini tumbuh 56 persen dari pencapaian aset per Desember tahun lalu yang
mencapai Rp 199,7 triliun. "Meskipun masih kurang Rp 300 miliar dari target
kami Rp 200 triliun, tapi kami tetap optimistis target tercapai tahun
ini," kata Edy di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa, 29 Januari 2012.
Menurut
Edy, target aset perbankan syariah didorong oleh penghimpunan dana tahun ini
senilai Rp 150 triliun. Sedangkan untuk meningkatkan kinerja dana umat, bank
sentral akan mendorong optimalisasi dana dari zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Dana tersebut tidak hanya untuk mengentaskan kemiskinan, tapi dapat digunakan
membiayai masyarakat secara lebih produktif.
Edi
menilai aset pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia masih kecil, yakni
sekitar 5 persen dari total perbankan nasional. Namun demikian, ternyata angka
ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan negara lain di wilayah timur
tengah, seperti Mesir. "Share (pasar) syariah di Mesir juga sekitar
5 persen dari total keseluruhan perbankan," tuturnya.
Berdasarkan
data Bank Indonesia, aset perbankan syariah pada September 2012 telah mencapai
Rp 168 triliun. Angka ini tumbuh 37 persen dibanding dengan periode serupa
tahun sebelumnya.
Adapun
total pembiayaan bank syariah, yang
mencakup Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah, per September tahun lalu mencapai Rp 134 triliun atau naik 40 persen
dalam setahun. Sedangkan dana pihak ketiga bank syariah tumbuh 31 persen
menjadi Rp 130,4 triliun.
Pertumbuhan
perbankan syariah ini juga membuat Otoritas Jasa Keuangan, yang mulai efektif
bekerja pada tahun ini, perlu menambahkan Komite Khusus Keuangan Syariah.
Komite ini nantinya akan mengawasi dan mengawal kinerja lembaga jasa keuangan
syariah. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menuturkan komite akan
memberi masukan ke OJK untuk membantu pendalaman pasar, terutama pasar keuangan
syariah, di Indonesia.
Namun
Muliaman melihat saat ini OJK masih kekurangan sumber daya manusia, termasuk
untuk mengisi beberapa posisi tersebut. "Yang pasti kami mencari para
pakar," katanya.
Bahkan Presiden Pusat
Pengembangan Keuangan Syariah International Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
Subarjo Joyosumarto mengatakan “industri
perbankan syariah membutuhkan sumber daya manusia tambahan sekitar 40.000 orang
sehingga total menjadi 60.000
orang pada 2015”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar