Sejarah Timor Leste sendiri berawal
dengan kedatangan orang Australoid dan Melanesia.
Orang dari Portugal mulai
berdagang dengan pulau Timor pada
awal abad ke-16 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Setelah terjadi
beberapa bentrokan dengan Belanda,
dibuat perjanjian pada 1859 di
mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu. Jepang menguasai Timor Timur dari 1942 sampai 1945, namun setelah mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal
kembali menguasainya.
Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi
Bunga di
Portugal dan Gubernur terakhir Portugal di
Timor Leste,Lemos
Pires,
tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan
bala bantuan ke Timor Leste yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk
menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi
ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan
mendeklarasikan Timor Leste sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada
tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa
selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara
bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap
sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya wanita dan anak-anak karena
para suami mereka adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Dalam
sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald, Menteri Luar Negeri
Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa
"jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000". Tak
lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan
Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk
mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis.
Ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor
Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi
ke daerah pegunungan untuk untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000
orang dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh
militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan. Banyak
juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani
orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.
Selama perang saudara di Timor Leste dalam
kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan selama pendudukan Indonesia
selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari 200.000 orang dinyatakan meninggal
(60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILN menurut laporan resmi PBB). Selebihnya mati ditangan
Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula yang mati kelaparan atau
penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000
mati di tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta mortir-mortir.
Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia
tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jendral
Timor Portugis terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah
tidak mampu menguasai keadaan pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga
gagal dalam proses dekolonisasi di Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor
Portugis sebagai wilayahnya walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus
dengan baik.
Amerika Serikat dan Australia "merestui" tindakan Indonesia
karena takut Timor Leste menjadi kantongkomunisme terutama karena kekuatan utama di
perang saudara Timor Leste adalah Fretilin yang beraliran Marxis-Komunis. AS dan Australia khawatir akan efek domino
meluasnya pengaruh komunisme di Asia Tenggara setelah AS lari terbirit-birit
dari Vietnam dengan jatuhnya Saigon atau Ho Chi Minh
City.
Namun PBB tidak menyetujui
tindakan Indonesia. Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus1999, di bawah perjanjian yang
disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk Timor
Leste memilih merdeka dari Indonesia. Antara waktu referendum sampai kedatangan
pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum anti-kemerdekaan yang
konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian balasan besar-besaran, di mana
sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 dipaksa mengungsi ke Timor barat. Sebagian
besar infrastruktur seperti rumah, sistem irigasi, air, sekolah dan listrik
hancur. Pada 20 September 1999 pasukan penjaga
perdamaian International Force for East Timor (INTERFET) tiba dan
mengakhiri hal ini. Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara
internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste dengan sokongan luar biasa dari PBB.
Ekonomi berubah total setelah PBB mengurangi misinya secara drastis.
Semenjak hari kemerdekaan itu, pemerintah
Timor Leste berusaha memutuskan segala hubungan dengan Indonesia antara lain
dengan mengadopsi Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan mendatangkan
bahan-bahan kebutuhan pokok dari Australia sebagai "balas budi" atas
campur tangan Australia menjelang dan pada saat referendum. Selain itu
pemerintah Timor Leste mengubah nama resminya dari Timor Leste menjadi
Republica Democratica de Timor Leste dan mengadopsi mata uang dolar AS sebagai mata uang resmi yang
mengakibatkan rakyat Timor Leste menjadi lebih krisis lagi dalam hal ekonomi.
Sejak
tanggal 4 September 1999 sebagai
akibat dari seorang presiden yang awam di bidang politik dekolonisasi Timor
Leste yang saat itu telah ditangan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa sejak tahun
1975 saat Portugal menyerahkannya kepada PBB setelah Perang Saudara berkobar di
Timor Leste banyak ex-warga Timor Timur yang terpaksa berpindah ke wilayah
Indonesia. Yang saat ini kita katakan sebagai pengungsi Timor Timur.
Adapun masalah yang akan saya bahas kali
ini adalah mengenai jumlah sebenarnya warga ex-Timor Leste yang masih berada di
wilayah Indonesia serta sejauh apa peran pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada awal membuat makalah ini saya
menemukan data mengenai jumlah pengungsi Timor timur dari instansi daerah di
NTT.
di Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2005
[Biro Bina
Sosial/Sekretariat Satkorlak PBP Provinsi NTT, 2005]
No
|
Kabupaten/Kota
|
Jumlah
|
|||
KK
|
Jiwa
|
||||
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
|||
1.
|
Kota Kupang
|
1.141
|
-
|
-
|
-
|
2.
|
Rote Ndao
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3.
|
Kupang
|
2.553
|
-
|
-
|
11.360
|
4.
|
Timor Tengah Selatan
|
632
|
1.429
|
1.383
|
2.812
|
5.
|
Timor Tengah Utara
|
2.772
|
-
|
-
|
11.176
|
6.
|
Belu
|
15.274
|
34.150
|
36.303
|
70.453
|
7.
|
Alor
|
918
|
-
|
-
|
3.501
|
8.
|
Lembata
|
61
|
116
|
92
|
208
|
9.
|
Flores Timur
|
-
|
-
|
-
|
-
|
10.
|
Sikka
|
386
|
-
|
-
|
1.755
|
11.
|
Ende
|
-
|
-
|
-
|
-
|
12.
|
Ngada
|
339
|
855
|
702
|
1.577
|
13.
|
Manggarai
|
-
|
-
|
-
|
-
|
14.
|
Manggarai Barat
|
138
|
-
|
-
|
521
|
15.
|
Sumba Timur
|
154
|
233
|
180
|
413
|
16.
|
Sumba Barat
|
156
|
338
|
322
|
660
|
J u m l a h
|
24.524
|
37.121
|
38.982
|
104.436
|
Setelah pemerintah Nusa Tenggara
Timur mendata ulang warga Indonesia asal Timor Timur pada tahun 2013. Gubernur
NTT Frans Lebu Raya mengatakan, pendataan ulang perlu dilakukan agar megetahui
secara pasti jumlah warga bekas pengugsi Timor Timur tersebut. Pendataan ulang
warga bekas pegungsi Timor Timur untuk kepentingan bantuan perumahan dari
pemerintah.
"Memang membutuhkan data yang
lebih akurat. Tetapi juga ketika melakukan pendataan kembali, ada
konsekuensi-konsekuensi yang mesti kita terima. Karena itu saya lebih memilih
ya melalui jaringan pemerintah sampai di pemerintah yang paling bawah, itu
memberikan data yang akurat di setiap wilayahnya. Dari situ kita akan bisa tahu
secara keseluruhan, di NTT ini masih berapa tersisakah warga eks pengungsi
Timor-Timur,” kata Frans.
Sebelumnya, Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menemukan masih ada warga bekas pengungsi
Timor Timur yang tinggal di pengungsian. Padahal alokasi dana pembangunan
perumahan bagi warga berpenghasilan rendah dan pemberdayaan ekonomi warga eks
Timor Timur mencapai Rp 900 miliar tahun 2011 dan 2012. Dana tersebut dinilai
cukup untuk membangun rumah mereka.
Namun Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono merasa heran belum tuntasnya penyelesaian
masalah warga eks pengungsi Timor Timur yang masih tinggal di kamp pengungsian.
"Saya minta pemerintah daerah mendata valid jumlah eks pengungsi Timor
Timur di kamp," kata Agung di Kupang, Ahad, 3 Februari 2013.
Agung meragukan jumlah pengungsi
sama dengan akhir tahun 2012, yang mencapai 3.500 kepala keluarga. Berdasarkan
direktif presiden tahun anggaran 2011 dan 2012, melalui DIPA Kementerian
Perumahan Rakyat, alokasi anggaran pembangunan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan pemberdayaan ekonomi warga eks Timor Timur mencapai
Rp 909,3 miliar.
Dana itu dipakai untuk 9.762 rumah
khusus dan 20.230 unit rumah swadaya, dengan asumsi pada akhir tahun 2012
selesai dibangun. Itu berarti, kata Agung, seluruh warga eks Timtim semestinya
sudah pindah dan tinggal ke rumah layak huni. "Harusnya tidak ada lagi,
pengungsi eks Timtim di kamp-kamp pengungsian," katanya.
Menteri Perumahan Rakyat Djan
Faridz mengatakan, tahun 2011 telah dialokasikan anggaran sebesar Rp 300 miliar
untuk pembangunan 5.600 unit rumah bagi warga eks pengungsi Timtim dan warga
lokal di enam kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur.
Keenam daerah itu adalah Kota
Kupang sebanyak 300 unit, Kabupaten Kupang sebanyak 1.000 unit, Timor Tengah
Selatan 500 unit, Timor Tengah Utara 500 unit, Belu 2.800 unit, dan Kabupaten
Alor sebanyak 500 unit.
Tahun 2012, katanya, Kementerian
Perumahan Rakyat kembali mengalokasikan anggaran pembangunan 29.992 unit rumah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Nusa Tenggara Timur. Dari 29.992
rumah tersebut, 4.762 unit dialokasikan bagi warga eks pengungsi Timtim yang
masih tinggal di kamp pengungsian dengan total dana sebesar Rp 700 miliar.
Sebesar apapun bantuan pemerintah Indonesia kepada
pengungsi Timor Timur Sejumlah warga eks pengungsi Timor Leste menunggu
kebijakan pemerintah Timor Leste terkait kepulangan mereka ke daerah asal. Jika
pemerintahan sekarang memberi tempat kepada mereka dan tidak mempersoalkan masa
lalu, mereka segera pulang.
Tokoh masyarakat eks pengungsi Timor Timur di Desa Tuapuka,
Kabupaten Kupang, Luis Pinto di Tuapuka, Senin (28/1/2013), mengatakan bahwa
sebagian besar warga eks Timor Timur (Timtim) ingin pulang.
"Kalau Presiden yang terpilih Mei 2011 itu Fransisco
Guterres, kami semua sudah pulang. Beliau punya kebijakan sangat baik terhadap
eks Timtim. Tetapi yang terpilih itu Luolo, kami belum tahu pendapatnya tentang
kami," kata Luis.
Ia mengatakan, cepat atau lambat warga eks Timtim di
Indoensia akan pulang. "Di sini kami sangat sengsara. Lihatlah, sudah 12
tahun kami masih tinggal di kamp pengungsian," kata Luis.
Meraka tidak punya lahan untuk diolah, anak anak tidak
bersekoah, kondisi rumah masih sangat memprihatinkan, dan kesejahteraan hidup
jauhh di bawah standar nasional.
"Kami cuma minta jaminan keamanan saja. Soal rumah dan
tanah akan diupayakan. Soal keamanan kami di sana, harus ada pernyataan resmi
pemerintah," katanya.
Masalah
dekolonisasi wilayah jajahan ini sendiri secara hukum tersirat dalam Piagam PBB
tahun 1948 Pasal 1 Ayat 2, Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia PBB tahun 1949,
Resolusi Majelis Umum PBB 1514 tahun 1960 tentang Dekolonisasi Wilayah Jajahan,
dan khusus untuk wilayah jajahan Portugal termasuk Timor Portuguis pada tahun
1972 Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB mensahkan dan mengeluarkan
resolusi-resolusi sebagai berikut :
1.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor
312 tahun 1972 meminta kepada Portugal untuk segera mengakui hak-hak penentuan
nasib sendiri dan kemerdekaan/independencia wilayah-wiilayah jajahannya;
2.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor
384 tahun 1975 dan 389 tahun 1976 meminta
Indonesia dengan segera menarik di dari wilayah yang diduki tanpa syarat
dan 8 Resolusi Majelis Umum PBB dari tahu 1975 hingga tahun 1982 dengan jelas
mengakui Portugal sebagai potencia administrante atas wilayah Timor Portugis
dan bukan Indonesia;
3.
Akibat dari kebijakan pemberian
jajak pendapat rakyat Timor Timur terpecah dalam dua kubu saling membunuh dan
dikemudian hari ratusan ribu jiwa mengungsi ke Indonesia Australia dan Portugal
serta lebih dari 2.000 jiwa mati terbunuh dan kelaparan di tempat pengungsian.
Dan kejadian yang paling menyedihkan adalah seorang pemuda yang dicurigai di
Kota Dili disirami bensin dan dibakar hidup-hidup di hadapan pasukan PBB serta
disiarkan oleh tevevisi Amerika Serikat CNN, juga ada kejadian lain di wilayah
pedalaman seperti seorang suami atau istri harus membakar istri atau suami
hidup-hidup hingga mati dengan bensin di hadapan publik untuk membuktikan bawa
dia tolak otonomi dan Indonesia.
Hal inilah yang perlu segera ditangani sebelum tahun 2014
sebelum berakhirnya masa jabatan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Semoga segala permasalahan yg di hadapi oleh warga ex Timtim segera di selesaikan di bawah pemerintah Jokowi
BalasHapus